NAMA BLOGGERS

Thursday, December 29, 2011

Tidak Mengolok-olok


     Ayat berikut secara jelas memberitahukan kepada orang-orang beriman agar jangan saling mengolok-olok.
"Wahai orang-orang yang beriman! Janganlah sesuatu puak (dari kaum lelaki) mencemuh dan merendah-rendahkan puak lelaki yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka; dan janganlah pula sesuatu puak dari kaum perempuan mencemuh dan merendah-rendahkan puak perempuan yang lain, (kerana) harus puak yang dicemuhkan itu lebih baik daripada mereka; dan janganlah setengah kamu menyatakan keaiban setengahnya yang lain; dan janganlah pula kamu panggil-memanggil antara satu dengan yang lain dengan gelaran yang buruk. (Larangan-larangan yang tersebut menyebabkan orang yang melakukannya menjadi fasik, maka) amatlah buruknya sebutan nama fasik (kepada seseorang) sesudah ia beriman. Dan (ingatlah), sesiapa yang tidak bertaubat (daripada perbuatan fasiknya) maka merekalah orang-orang yang zalim."(Al-Hujuraat: 11)
Allah menyuruh manusia menahan diri dari mengolok-olok. Mengolok-olok dapat berupa menertawai kemalangan orang lain, tersenyum sinis, menyindir, atau memandang rendah. Sikap-sikap seperti itu merupakan budaya orang-orang jahil dan tidak sesuai dengan orang yang beriman dengan sebenar-benarnya. Al-Qur`an memperingatkan kita bahwa orang yang memperturutkan sikap yang demikian akan menderita kerana api neraka akan merambat sampai membakar hati mereka.
"Kecelakaan besar bagi tiap-tiap pencaci, pengeji, Yang mengumpulkan harta dan berulang-ulang menghitung kekayaannya; Ia menyangka bahawa hartanya itu dapat mengekalkannya (dalam dunia ini)! Tidak! Sesungguhnya dia akan dicampakkan ke dalam "Al-Hutamah". (Al-Hutamah) ialah api Allah yang dinyalakan (dengan perintahNya), Yang naik menjulang ke hati; Sesungguhnnya api neraka itu ditutup rapat atas mereka, (Mereka terikat di situ) pada batang-batang palang yang melintang panjang."(Al-humazah: 1-9)
Tidaklah mungkin bagi orang-orang beriman berperilaku sinis setelah mengetahui kehendak Allah ini. Kerana itu, tidak ada orang beriman yang dengan sengaja bersikap seperti itu. Akan tetapi, jikalau ada orang beriman yang tergelincir pada sikap demikian, hal itu disebabkan kerana ketidaksadarannya berlaku salah dan menganggapnya sebagai lucu. Akan tetapi, begitu ia menyedari kesalahannya, ia harus segera berhenti dan bertubat.

Monday, December 26, 2011

DAPATKAH MORAL TEGAK TANPA AGAMA?

Pada lingkungan masyarakat yang tak beragama, orang cenderung melakukan beragam tindakan yang tak bermoral. Perbuatan buruk seperti penyogokkan, perjudian, iri hati atau berbohong merupakan hal yang biasa. Hal demikian tidak terjadi pada orang yang ta’at kepada agama. Mereka tidak akan melakukan semua perbuatan buruk tadi kerana mengetahui bahwa ia harus mempertanggungjawabkan semua tindakannya di akhirat kelak.
Sukar dipercaya jika ada orang mengatakan, “Saya ateis* namun tidak menerima sogokan”, atau “Saya ateis* namun tidak berjudi”. Mengapa? Kerana orang yang tidak takut kepada Allah dan tidak mempercayai adanya pertanggungjawaban di akhirat, akan melakukan salah satu hal di atas jika situasi yang dihadapinya berubah.
Seseorang yang mengatakan, “Saya ateis* namun tidak berzina” cenderung melakukannya jika penzinaan di lingkungan tertentu dianggap normal. Atau seseorang yang menerima rasuah(sogokan) akan memberi alasan, “Anak saya sakit berat dan tenat, kerananya saya harus menerimanya”, jika ia tidak takut kepada Allah. Di negara yang tak beragama, pada keadaan tertentu pencuri pun akan dianggap sah-sah saja. Contohnya, masyarakat tak beragama selalu beranggapan bahwa mengambil barangan atau perhiasan  dari hotel atau pusat rekreasi bukanlah perbuatan pencurian.
Seorang yang beragama tak akan berperilaku demikian, kerana ia takut kepada Allah dan tak akan pernah lupa bahwa Allah selalu mengetahui niat dan pikirannya. Dia beramal setulus hati dan selalu menghindari perbuatan dosa.
Seorang yang jauh dari bimbingan agama selalu saja berkata “Saya seorang ateis* namun pema’af. Saya tak memiliki rasa dendam ataupun rasa benci”. Namun sesuatu hal dapat terjadi padanya yang menyebabkannya tak mampu mengendalikan diri, lalu mempertontonkan perilaku yang tak diinginkan. Dia selalu saja melakukan pembunuhan atau mencelakai orang lain, kerana moralnya berubah sesuai dengan lingkungan dan keadaan tempat tinggalnya.
Sebaliknya, orang yang beriman kepada Allah dan hari akhir tidak kan pernah menyimpang dari moral yang baik, seburuk apapun keadaan di kawasannya. Moralnya tidak “berubah-ubah” melainkan tetap kukuh. Orang-orang beriman memiliki moral yang tinggi. Sifat-sifat mereka disebut Allah dalam ayatNya:
"Orang-orang yang menyempurnakan perjanjian Allah dan tidak merombak (mencabuli) perjanjian yang telah diperteguhkan itu; Dan orang-orang yang menghubungkan perkara-perkara yang disuruh oleh Allah supaya dihubungkan, dan yang menaruh bimbang akan kemurkaan Tuhan mereka, serta takut kepada kesukaran yang akan dihadapi semasa soaljawab dan hitungan amal (pada hari kiamat); Dan orang-orang yang sabar kerana mengharapkan keredaan Tuhan mereka semata-mata, dan mendirikan sembahyang, serta mendermakan dari apa yang Kami kurniakan kepada mereka, secara bersembunyi atau secara terbuka; dan mereka pula menolak kejahatan dengan cara yang baik; mereka itu semuanya adalah disediakan baginya balasan yang sebaik-baiknya pada hari akhirat;(Ar-Ra'd: 20-22)

*ateis- orang yang tidak mengangakui atau mempercayai kewujudan Tuhan

Wednesday, December 21, 2011

Dapat Dipercaya

Al-Qur`an menggambarkan sifat amanah sebagai salah satu prinsip moral dan jalan menuju kejayaan. Orang-orang beriman harus menjaga amanat yang dipercayakan kepadanya sampai amanat tersebut dikembalikan. Selain itu, mereka pun harus dapat membezakan siapa yang mengamanatkan dan siapa yang berhak atas amanat tersebut. Dalam hal ini, Al-Qur`an menjelaskan,
"Sesungguhnya Allah menyuruh kamu supaya menyerahkan segala jenis amanah kepada ahlinya (yang berhak menerimanya), dan apabila kamu menjalankan hukum di antara manusia, (Allah menyuruh) kamu menghukum dengan adil. Sesungguhnya Allah dengan (suruhanNya) itu memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepada kamu. Sesungguhnya Allah sentiasa Mendengar, lagi sentiasa Melihat."(An-Nisa': 58)
Pada ayat lain dijelaskan,
  "Bahkan (mereka berdosa memakan hak orang, kerana), sesiapa yang menyempurnakan janjinya (mengenai hak orang lain) dan bertaqwa, maka sesungguhnya Allah mengasihi orang-orang yang bertaqwa."(A-li'Imraan; 76)
Amanat merupakan berupa wang, tugasan, atau hal-hal lain. Orang beriman harus dapat menjadi dan membezakan orang-orang yang dapat dipercaya.


Tidak Berselisih di Antara Orang-Orang Beriman


Tidak Berselisih di Antara Orang-Orang Beriman

Salah satu rahasia keberhasilan orang-orang beriman adalah eratnya tali ukhuwah dan solidaritas. Al-Qur`an menekankan pentingnya persatuan, “Sesungguhnya, Allah menyukai orang-orang yang berperang di jalan-Nya dalam barisan yang teratur seakan-akan mereka seperti suatu bangunan yang tersusun kokoh.” (ash-Shaff: 4)
Perkataan atau perbuatan yang merusak eratnya ukhuwah akan menjadi musuh dan melawan agamanya sendiri. Dalam Al-Qur`an, Allah memperingatkan kaum muslimin agar waspada terhadap ancaman ini,

“Dan taatlah kepada Allah dan Rasul-Nya dan janganlah kamu berbantah-bantahan, yang menyebabkan kamu menjadi gentar dan hilang kekuatanmu dan bersabarlah. Sesungguhnya, Allah beserta orang-orang yang sabar.” (al-Anfaal: 46)

Selanjutnya, orang yang beriman dengan tulus harus berhati-hati agar tidak bertengkar, menjauhi kata-kata atau sikap yang dapat melukai perasaan saudaranya. Selanjutnya, ia harus berlaku sedemikian rupa untuk menghindari pertengkaran serta menambah kepercayaan di antara mereka. Di dalam Al-Qur`an, kita dapatkan perintah yang jelas,

“Dan katakanlah kepada hamba-hamba-Ku, hendaklah mereka mengucapkan perkataan yang lebih baik (benar). Sesungguhnya, setan itu menimbulkan perselisihan di antara mereka. Sesungguhnya, setan itu adalah musuh yang nyata bagi manusia.” (al-Israa`: 53)

Jika orang yang beriman berbeda pendapat dengan saudaranya pada suatu masalah, ia harus bertingkah laku dan berkata dengan sopan dan lembut. Dalam mengeluarkan pendapat, ia harus memperlihatkan asas “musyawarah” dan tidak “berdebat”. Jika ada pertikaian di antara dua orang beriman, yang harus dilakukan adalah mengacu pada ayat,

“Sesungguhnya, orang-orang mukmin adalah bersaudara karena itu damaikanlah antara kedua saudaramu dan bertaqwalah kepada Allah supaya kamu mendapat rahmat.” (al-Hujuraat: 10)

Harus dicatat bahwa perdebatan kecil akan berpengaruh negatif pada jalan dakwah.

Friday, December 16, 2011

Apa yang terjadi dengan sistem sosial jika tidak ada agama?

Konsep pertama yang akan hilang pada sebuah lingkungan tak beragama adalah konsep keluarga. Nilai-nilai yang menjaga keutuhan keluarga seperti kesetiaan, kepatuhan, kasih-sayang dan rasa hormat akan ditinggalkan sama sekali. Harus diingat bahwa keluarga merupakan tiang dari sistem kemasyarakatan. Jika tata nilai keluarga runtuh, maka masyarakat pun akan runtuh. Bahkan bangsa dan negara pun tidak akan ada lagi, kerana seluruh nilai moral yang menyokongnya telah musnah.
Lebih jauh lagi, tak akan ada lagi rasa hormat dan kasih-sayang terhadap orang lain. Ini mengakibatkan kacau bilau dalam masyarakat. Yang kaya membenci yang miskin, yang miskin membenci yang kaya. Angkara murka tumbuh pada mereka yang merasa dirintangi, hidup susah atau miskin. Atau menimbulkan ketidakpuashati terhadap bangsa lain. Pekerja bersikap agresif kepada atasannya. Demikian pula atasan kepada bawahannya. Para bapa berpaling dari anaknya, dan anak berpaling dari bapanya.
Sebab dari pertumpahanan darah yang terus-menerus dan “berita-berita jenayah” di surat kabar adalah ketiadaan agama. Setiap hari dapat kita baca tentang orang-orang yang saling membunuh kerana alasan yang sangat yang tak munasabah.
Orang yang mengetahui bahwa ia akan diminta pertanggungjawaban di akhirat kelak, tidak akan melakukan pembunuhan. Dia tahu bahwa Allah melarang manusia melakukan kejahatan. Ia selalu menghindari murka Allah kerana rasa takutnya kepadaNya.
"Dan janganlah kamu berbuat kerosakan di bumi sesudah Allah menyediakan segala yang membawa kebaikan padanya, dan berdoalah kepadaNya dengan perasaan bimbang (kalau-kalau tidak diterima) dan juga dengan perasaan terlalu mengharapkan (supaya makbul). Sesungguhnya rahmat Allah itu dekat kepada orang-orang yang memperbaiki amalannya."(Al-A'raaf: 56)
Tindakan bunuh diri pun disebabkan oleh ketiadaan agama. Orang yang melakukan bunuh diri sama saja dengan melakukan pembunuhan. Orang yang hendak bunuh diri kerana ditinggal kekasih, misalnya, harus mengajukan pertanyaan-pertanyaan berikut sebelum melakukannya: Apakah ia akan melakukan bunuh diri jika pasangannya menjadi cacat? atau menjadi tua? atau jika wajah pasangannya terbakar? Tentunya tidak. Dia terlalu berlebihan menilai pasangannya seolah sebanding dengan Allah. Bahkan menganggap pasangannya lebih penting dari Allah, lebih penting dari hari akhirat dan dari agama. Ia lebih mempertaruhkan jiwanya bagi pasangannya tersebut dibanding bagi Allah.
Orang yang dibimbing Al-Qur’an tidak akan melakukan hal semacam itu, bahkan tidak akan terlintas sedikitpun dalam benaknya. Seorang yang beriman menyerahkan hidupnya hanya untuk keridhaan Allah, dan menjalani dengan sabar segala kesusahan dan masalah yang Allah ujikan padanya di dunia ini. Ia pun tidak lupa bahwa kesabarannya itu akan mendapatkan balasan berlipat ganda baik di dunia maupun di akhirat.
Pencurian pun merupakan hal yang sangat biasa pada masyarakat yang tak beragama. Seorang pencuri tak pernah berpikir seberapa besar kesusahan yang ditimbulkannya terhadap orang yang dicurinya. Harta yang dikumpulkan mangsanya puluhan tahun diambilnya dalam semalam saja. Ia tak peduli seberapa besar kesusahan yang akan diderita mangsanya. Mungkin saja ia pernah sadar dan menyesali perbuatannya yang telah menimbulkan kesusahan pada orang lain. Jika tidak, keadaannya menjadi lebih buruk. Itu bererti bahwa hatinya telah membatu dan selalu cenderung untuk melakukan segala tindakan yang tak bermoral.
Dalam masyarakat yang tak beragama, nilai-nilai moral seperti keramahan, mau berkorban untuk orang lain, solidariti dan sikap murah hati telah lenyap sama sekali. Orang-orangnya tidak menghargai orang lain sebagaimana layaknya manusia. Bahkan ada yang memandang orang lain sebagai mahluk yang berevolusi dari kera. Tak satu pun dari mereka mau menerima, melayani, menghargai atau memberikan sesuatu yang baik kepada orang lain. Apalagi terhadap mereka yang dianggapnya sebagai berasal dari kera.
Orang-orang yang berpikiran seperti ini tidak menghargai orang lain. Tak satu pun memikirkan kesehatan, kesejahteraan atau kenyamanan orang lain. Mereka tak peduli jika orang lain terluka, atau pernah berusaha agar orang lain terhindar dari kecelakaan semacam itu.
Di rumah sakit, misalnya, orang yang hampir meninggal dibiarkan begitu saja terlentang di katil dalam jangka waktu yang tak tentu; tak seorangpun pun peduli kepadanya. Contoh lain misalnya, pemilik restoran yang menjalankan restorannya tanpa peduli dengan kebersihan. Tempatnya yang kotor dan tidak sehat tak dibersihkannya, tidak peduli dengan bahaya yang mungkin ditimbulkan terhadap kesehatan orang lain yang makan di sana. Ia hanya peduli kepada wang yang dihasilkannya. Ini hanya sebagian kecil contoh yang kita temui sehari-hari.
Logikanya, orang hanya baik terhadap orang lain jika akan mendapat imbalan yang menguntungkan. Namun bagi mereka yang menjalankan standar moral Al-Qur’an, menghargai orang lain merupakan pengabdian kepada Allah. Mereka tak mengharapkan imbalan apa pun. Semuanya merupakan usaha untuk mencari ridha Allah dengan terus-menerus melakukan amal baik, dan berlumba-lumba dalam kebaikan.

Sunday, December 4, 2011

Mengingat Allah dalam Setiap Kesulitan

Mengingat Allah dalam Setiap Kesulitan
     Tujuan hidup orang-orang beriman adalah beribadah kepada Allah. Salah satu cara beribadah adalah menyampaikan ajaran Allah di mana pun dan berjuang melawan pasukan iblis. Perjuangan ini biasanya sangat berat dan keras kerana setiap saat “pasukan iblis” mempunyai peralatan yang lebih baik.
Orang-orang beriman tidak terpengaruh oleh hal ini kerana mereka menyedari adanya sebab akibat di dunia. Realiti ini mengkhabarkan bahwa kemenangan tidak berhubungan dengan jumlah yang banyak atau kekuatan yang dahsyat, tetapi atas perintah dan kehendak Allah. Ajaran agama yang benar memberikan penghargaannya berupa kemenangan iman, 
 "....................  Berapa banyak (yang pernah terjadi), golongan yang sedikit berjaya menewaskan golongan yang banyak dengan izin Allah; dan Allah (sentiasa) bersama-sama orang-orang yang sabar"(Al-Baqarah: 249)
Keimanan yang murnilah yang menunjukkan kemenangan. Kebenaran yang pelik ini, yang tidak dipahami orang-orang ingkar, dijelaskan dalam ayat,
"Wahai orang-orang yang beriman! Apabila kamu bertemu dengan sesuatu pasukan (musuh) maka hendaklah kamu tetap teguh menghadapinya, dan sebutlah serta ingatilah Allah (dengan doa) banyak-banyak, supaya kamu berjaya (mencapai kemenangan)."(Al-Anfaal: 45)

Friday, December 2, 2011

Allah Mengetahui Semua Rahsia Hati

Allah Mengetahui Semua Rahsia Hati
Sifat yang paling mendasar dari orang-orang kafir adalah ketidakikhlasan mereka. Mereka tidak ikhlas kepada Allah, orang lain, dan bahkan kepada diri mereka sendiri. Meski mereka berlaku hangat ketika berhadapan dengan orang lain demi kepentingan mereka, pada saat yang sama mereka merasa benci atau cemburu kepadanya. Masalahnya, ketidakikhlasan itu terdapat pada diri mereka sendiri. Meskipun mereka menyaksikan kesalahan dan kejahatan dalam perbuatan mereka dengan jelas, mereka menyembunyikan kenyataan ini di alam bawah sadar mereka dan berbuat layaknya orang yang benar dan sempurna.
Ketidakikhlasan ini berasal dari anggapan bahwa tidak seorang pun mengetahui rahasia di dalam hati mereka, sehingga orang bersalah tersebut dapat berbuat layaknya mereka yang tidak bersalah meski telah melakukan dosa atau kesalahan. Sesungguhnya, mereka benar-benar tidak mengetahui apa yang dipikirkan orang lain dan mereka tidak pernah menyedari bahwa Allah mengetahui semua yang dipikirkan dan semua rahsia hati, termasuk pikiran alam bawah sadar yang mereka sendiri tidak mengetahuinya. Allah mencatat fakta ini pada ayat-ayat berikut.
"Ia mengetahui segala yang ada di langit dan di bumi; dan Ia mengetahui segala yang kamu rahsiakan serta yang kamu zahirkan; dan Allah sentiasa Mengetahui segala (isi hati) yang terkandung di dalam dada;"(At-Taqhaabun: 4)
"Dan tuturkanlah perkataan kamu dengan perlahan atau dengan nyaring, (sama sahaja keadaannya kepada Allah), kerana sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan segala (isi hati) yang terkandung di dalam dada. Tidakkah Allah yang menciptakan sekalian makhluk itu mengetahui (segala-galanya)? Sedang Ia Maha Halus urusan PentadbiranNya, lagi Maha Mendalam PengetahuanNya!"(Al-Mulk: 13-14)
Tidak seorang pun dapat berbicara tanpa sepengetahuan Allah. Allah mengetahui bukan hanya semua perkataan, melainkan semua pikiran orang, termasuk yang berada di alam bawah sadar, yang sebagiannya tidak mereka sedari. Hal ini ditekankan dalam ayat berikut.
"Tidakkah engkau memikirkan, bahawa sesungguhnya Allah mengetahui segala yang ada di langit dan yang ada di bumi? Tiada berlaku bisikan antara tiga orang melainkan Dia lah yang keempatnya, dan tiada (berlaku antara) lima orang melainkan Dia lah yang keenamnya, dan tiada yang kurang dari bilangan itu dan tiada yang lebih ramai, melainkan Ia ada bersama-sama mereka di mana sahaja mereka berada. Kemudian Ia akan memberi tahu kepada mereka - pada hari kiamat - apa yang mereka telah kerjakan. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui akan tiap-tiap sesuatu."(Al-Mujaadalah: 7)
"Dan demi sesungguhnya, Kami telah mencipta manusia dan Kami sedia mengetahui apa yang dibisikkan oleh hatinya, sedang (pengetahuan) Kami lebih dekat kepadanya daripada urat lehernya,"(Qaaf: 16)
Dengan demikian, perilaku orang beriman haruslah benar-benar didasari keikhlasan dan kerendahan hati di hadapan Allah. Kerana Allah Yang menciptakan dan mengetahui segala sesuatu, tidaklah mungkin kita berpura-pura di depan-Nya. Seseorang harus mengakui semua kelemahan, kesalahan, dan kekhilafannya, meninggalkan kemaksiatan dan kembali kepada Allah, serta meminta pertolongan dan ampunan-Nya.
Para rasul merupakan contoh terbaik dalam keikhlasan mereka kepada Allah. 
"Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim (merayu dengan) berkata: "Wahai Tuhanku! Perlihatkanlah kepadaku bagaimana Engkau menghidupkan makhluk-makhluk yang mati?" Allah berfirman: "Adakah engkau belum percaya (kepada kekuasaanku)?" Nabi Ibrahim menjawab: "Bahkan (aku percaya dan yakin), akan tetapi (aku memohon yang demikian ialah) supaya tenteram hatiku (yang amat ingin menyaksikannya)"..........(Al-Baqarah: 260)
Ini merupakan cara bagaimana orang beriman mengakui kelemahan mereka kepada Allah dan memohon ampunan dari-Nya. Hal yang sama terjadi ketika Allah memerintahkan kepada Nabi Musa, “Pergilah kamu kepada Fir’aun.” Musa berkata,
"Nabi Musa merayu dengan berkata: "Wahai Tuhanku, bahawa aku telah membunuh seorang dari kalangan mereka; oleh itu aku takut mereka akan membunuhku "(Al-Qasas: 33)
 Serta memohon pertolongan dan kekuatan dari Allah. Kejujuran para rasul ini menunjukkan bagaimana orang beriman harus bersikap.
Sebelum seseorang memahami kelemahan dan ketergantungannya kepada Allah, ia tidak dapat memiliki sifat-sifat seperti tabah, rendah hati, beriman, dan berani hanya dengan berpura-pura bersifat demikian, kerana
"................... kerana manusia itu dijadikan berkeadaan lemah."(An-Nisaa': 28)
 Agar mengerti kelemahannya di hadapan Allah. Kerana itu, seseorang harus percaya dan berserah diri kepada Allah serta mengungkapkan kesalahan dan dosanya sebelum memohon keampunan.

.